Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tanggung jawab Sosial
Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya
dalam artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional
perusahaan.
CSR berhubungan erat
dengan "pembangunan berkelanjutan",
di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya
harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan,
misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan
konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Analisis
dan pengembangan
Hal ini yang menjadi
perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan
yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan
masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak
terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan
ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara
mengenai lingkungan hidup dan
permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum
seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan
(misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah
mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan
investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab
sosial" (socially responsible investing).
Banyak pendukung CSR
yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau
kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for
Humanity atau Ronald McDonald House),
namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR.
Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian beasiswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali
menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan
(volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga
menciptakan suatu itikad baik di mata komunitas tersebut yang secara langsung
akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek
perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line,
perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial
di atas.
Kepedulian kepada
masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara
singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi
di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi
organisasi dan komunitas. CSR bukanlah sekedar kegiatan amal, di mana CSR
mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan
sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)
perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk
membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal
dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku
kepentingan internal.
"dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah
menjelma menjadi institusi paling berkuasa di atas planet ini. Institusi yang
dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan
bersama....setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah
dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut [1]
Sebuah definisi yang
luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)
yaitu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang
secara khusus bergerak di bidang "pembangunan berkelanjutan"
(sustainable development) yang menyatakan bahwa:
" CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh
dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat atau pun masyarakat luas,
bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh
keluarganya".[2].
Pelaporan
dan pemeriksaan
Untuk menunjukkan bahwa
perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan dapat membuat
pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal:
- Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL)
- Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
- Verite, acuan pemantauan
- Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000
- Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000
Di beberapa negara
dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas
ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial.
Smentara aspek lingkungan--apalagi aspek ekonomi--memang jauh lebih mudah
diukur. Banyak perusahaan sekarang menggunakan audit
eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup
kontribusi perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan,
biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan. Akan tetapi laporan
tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan
(walaupun dalam suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa
laporan ini hanyalah sekedar "pemanis bibir" (suatu basa-basi),
misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron
dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya
konsep CSR dan metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang
terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR
atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas
perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.
Alasan
terkait bisnis (business case) untuk CSR
Skala dan sifat
keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari
sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk
mengukur kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat
tentang cara mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas
poin balanced scorecard oleh Deming. Literatur
lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes[3] yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah
antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan.
Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social
performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial
performance) memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan
mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para
pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core
subject) dalam ISO 26000 Guidance on Social Responsibility--direncanakan
terbit pada September 2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan
isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur
keberhasilan CSR.
Hasil Survey "The
Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International
(Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader
Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa
dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis,
praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian
dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan
bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan
paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas
faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran
perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap
konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin
"menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan
yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan
perusahaan tersebut.[4]
Secara umum, alasan
terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari
argumentasi di bawah ini:
Sumberdaya
manusia
Program CSR dapat
berwujud rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh
lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar
pekerjaan [5], terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di
antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya
kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja
dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan
memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan,
perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai
progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang
nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam
kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi
masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji",
"penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering)
dalam bekerja untuk masyarakat.
Manajemen
risiko
Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling penting dari
strategi perusahaan. Reputasi yang
dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap
melalui insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik
perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media
massa. Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan
benar", baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial,
maupun lingkungan--yang semuanya merupakan komponen CSR--pada perusahaan dapat
mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.[6].
Membedakan
merek
Di tengah hiruk pikuknya
pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang
unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak
konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar
nilai khusus dari etika perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut
masyarakat.[7]. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada
dua jenis kegiatan CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate
social marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM). Pada CSM,
perusahaan memilih satu atau beberapa isu--biasanya yang terkait dengan
produknya--yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya melalui
media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka lama
kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang
memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan
melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan
perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih langsung. Perusahaan menyatakan
akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu memecahkan masalah
sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil penjualan produk
tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah
per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan.
Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi pemecahan masalah
sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk tersebut. Mereka
merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa
mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih
banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang
peduli pada isu tertentu.
Ijin
usaha
Perusahaan selalu
berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan
atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka
mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat
serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau
lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi.
Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa
mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan
memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup,
sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya
yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.
Motif
perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan
menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan.
Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu
upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis
utama perseroan.
Contoh Perusahaan Yang Menerapkan CSR dan Penerapannya.
Sebagai bentuk komitmen Indosat dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, Indosat telah melaksanakan berbagai progam yang diharapkan dapat meningkatkan kehidupan masyarakat Indonesia untuk menjadi lebih baik.
Corporate Social Responsibility yang di lakukan tidak terbatas hanya pada pengembangan dan peningkatan kualitas masyarakat pada umumnya, namun juga menyangkut tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Kepedulian terhadap pelanggan, pengembangan Sumber Daya Manusia, mengembangkan Green Environment serta memberikan dukungan dalam pengembangan komunitas dan lingkungan sosial. Setiap fungsi yang ada, saling melengkapi demi tercapainya CSR yang mampu memenuhi tujuan Indosat dalam menerapkan ISO 26000 di perusahaan.
Penerapan CSR Indosat mencakup 5 inisiatif, yang dilakukan secara berkesinambungan yaitu:
rganizational Governance Penerapan tata kelola Perusahaan terbaik termasuk mematuhi regulasi dan ketentuan yang berlaku, berlandaskan 5 prinsip: transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, interpendensi dan kesetaraan.
Consumer Issues Menyediakan dan mengembangkan produk dan jasa telekomunikasi yang memberikan manfaat luas bagi pemakainya, layanan yang transparan dan terpercaya.
Labor Practices
Mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan antara Perusahaan dan karyawan serta pengembangan sistem, organisasi dan fasilitas pendukung sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Perusahaan.
Environment
Mengembangkan budaya Peduli lingkungan termasuk upaya-upaya nyata untuk mengurangi penggunaan emisi karbon dalam kegiatan perusahaan.
Community Involvement
Ikut mengembangkan kualitas hidup komunitas dalam hal kualitas pendidikan sekolah dan olahraga, kualitas kesehatan, serta ikut serta dalam mendukung kegiatan sosial komunitas termasuk bantuan saat bencana/musibah.
sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan
http://www.indosat.com/corporate_responsibility
http://vkaarea.blogspot.com/2010/11/tanggung-jawab-sosial-perusahaan-csr.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar